Pemerataan Kesempatan
Karena manusia berbeda-beda, mereka harus diberikan kesempatan untuk mencoba semua hal untuk mengetahui kelebihan mereka dan kemudian melatihnya. Kenapa diberikan?
Karena hidup manusia tidak dipegang dirinya sendiri, ada orang tua & lingkungan yang bisa saja punya kepentingan dan negara yang mengambil tanggung jawab hidup rakyatnya; karena itu negara juga punya tangguna jawab dalam hal ini.
Selain itu masalahnya bukan hanya soal ada atau tidaknya kesempatan itu, tapi akses ke kesempatan itu. Sistem dunia dewasa ini kurang adil dalam akses kesempatan. Lebih tepatnya karena ada instrumen untuk mengakses kesempatan itu, uang, dan instrumen itu tidak terbagi dengan adil.
Instrumen lainnya adalah yang semua orang diharuskan untuk ikut, yaitu sekolah. Masalah dari sekolah adalah mereka mengajarkan hal yang sama pada semua, memaksa mereka untuk bisa semuanya, padahal apa yang mereka ajarkan tidak mencakup semua hal, jadi akan selalu ada yang tertinggal dan pada akhirnya merasa bodoh karena ada sistem penilaian yang tidak berkelanjutan.
Bukan berarti uang dan sekolah itu buruk. Uang hanyalah alat tukar untuk pelumas transaksi yang merupakan keniscayaan. Sedangkan sekolah hanyalah tempat belajar orang-orang yang memiliki minat dalam sesuatu.
Harus Jadi (Manusia Seperti) Apa?
Jawabannya adalah terserah. Apapun bidangnya, semua relevan; apapun profesinya, semua berguna. Yang penting adalah tidak bertentangan syariat, karena hukum agama itu mutlak.
Impian itu tujuan, yang berarti ada jalannya untuk menuju ke sana, lewatilah jalannya sebagai bentuk usaha. Untuk mencapai suatu tujuan tidak hanya ada satu jalan, ada jalan yang lain. Tidak harus melewati jalan sekolah.
Jalan juga ada yang baik dan buruk, lewatilah jalan yang baik, Insyaallah lebih berkah. Kita harus tau, melewati jalan yang benar belum tentu sampai tujuan. Bisa saja mampir ke restoran karena lapar, tempat pengisian karena bahan bakar habis, atau kecelakaan jadi ke rumah sakit.
Hal yang tidak diinginkan dapat diminimalisir dengan doa, jangan lupakan doa selain usaha. Tapi saat itu terjadi, jangan menyalahkan diri sendiri, asal kita sudah berusaha semampunya tidak ada yang salah. Jangan juga menyalahkan Allah, karena Ia punya rencana besar, rencana terbaik untukmu, walaupun kamu tidak suka. Apapun yang terjadi tetap terima dengan hati lapang.
Perbandingan dengan Sekarang
Seperti dalam hukum ekonomi, kompetisi yang memenuhi dunia ini ada karena terlalu banyak permintaan, orang, dan sedikit sumber daya, sekolah dan lapangan kerja.
Kompetisi ini membuat kita akan berusaha untuk menjadi si paling pintar, si paling hebat, dan si paling kaya. Terlihat bagus memang, memiliki ambisi untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya; tapi juga berambisi menjadi lebih baik dari orang lain, yang mana bisa baik atau buruk.
Tidak jarang, atau bahkan sering, persaingannya suatu saat akan menjadi tidak sehat. Persaingan juga akan membuat kita fokus hanya pada diri sendiri dan melupakan orang lain, orang kecil dan segala keterbatasannya. Dengan demikian, mereka yang terlahir dari keluarga tidak mampu akan sulit untuk memperbaiki kehidupannya karena tidak ada yang membantu.
Padahal manusia adalah makhluk sosial, tapi malah bersifat individual. Semua dilakukan demi mendapat uang yang katanya untuk bertahan hidup karena makanan dibeli menggunakan uang.
Berusaha menjadi "si paling" juga dapat memiliki efek samping bagi diri sendiri. Mereka akan hidup tertekan, tertekan karena merasa sulit untuk menjadi "si paling" atau tertekan karena harus mempertahankan ke-si-paling-an mereka.
Sehingga sekarang muncul istilah kesehatan mental. Atau yang sudah sejak lama ada, orang-orang berkuasa yang bisa melakukan apa saja asal mereka tetap berkuasa.
Semua muncul dan dilakukan karena mengikuti sistem hidup dewasa ini. Sistem yang tidak tau bagaimana bisa terbentuk dan tidak tau apakah bisa diubah. Solusinya mungkin dengan hidup dalam sistem kita sendiri.
Comments
Post a Comment
Kasih pengenal di komentar mu ya...