Pernikahan bisa dibilang termasuk hal yang “harus” dilalui semua orang, walau belakangan banyak orang-orang yang tidak ingin menikah, seperti suami-istri tanpa menikah, atau menikah tapi tidak ingin punya anak.
Sebelum Menikah
Menikah bukanlah hal ringan, asal sudah upacara boleh melakukan seks. Menikah bukan itu. Kita harus siap dalam mental, emosional, finansial, dan seksual.
Kesiapan finansial dan seksual menjadi hal yang paling banyak dibicarakan jika menyangkut pernikahan sehingga kesiapan mental dan emosional dikesampingkan. Benar seksual dan finansial penting dalam pernikahan, tapi mental dan emosional juga penting, terlebih dalam hubungan antar manusia.
Tapi ada hal yang bahkan tidak terpikirkan, yang menyangkut urusan jodoh, yaitu pergaulan. Terlalu banyak yang menggampangkan pergaulan antar lawan jenis sehingga hal-hal yang harusnya tidak dilakukan menjadi lazim: posisi terlalu dekat, kontak fisik ringan, bercengkrama berdua.
Hal kecil itu bisa menjadi besar, posisi bisa menjadi lebih dekat, kontak fisik lebih berat, sambil berdua-duaan, dan pada akhirnya bisa menuju pada zina. Awalnya bercanda, ujung-ujungnya bersanggama.
Padahal Allah telah melarang mendekati zina karena zina itu perbuatan keji. Dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa laki-laki pezina untuk perempuan pezina.
Jika dianalogikan menggunakan ekonomi. Barang murah targetnya adalah orang miskin, barang mahal targetnya adalah orang kaya. Memang tidak selalu yang kaya hanya beli yang mahal dan yang miskin hanya beli yang murah. Namun, jangan marah jika orang kaya ingin barang yang berkelas. Sedangkan orang miskin harusnya sadar diri bahwa dia tidak mampu dapat barang berkelas.
Pantaskan diri jika ingin pasangan yang pantas, karena pasangan adalah cerminan diri. Jangan mau enaknya saja, bergaul sesuka hati dengan lawan jenis di masa kini, di masa depan ingin pasangan yang baik-baik.
Jadi jika suka dengan seseorang, anggaplah bertemu sambil lalu. Jika ingin lebih dekat, dekati dengan alami, jangan dipaksakan, tapi tetap harus paham batasan.
Menikah juga harus memiliki tujuan, jika tujuannya hanya seks dan regenerasi, istri dan anak bisa terlantar karena tidak ada rencana jangka panjang. Mungkin itu sebabnya banyak manusia tidak berkualitas, karena orang tuanya tidak paham bagaimana menjadi orang tua.
Mereka hanya menikah karena “keharusan”, seks, dan regenerasi saja. Terutama para laki-laki yang banyak yang tidak paham perannya sebagai ayah, hanya tau sebagai pencari nafkah yang tidak jarang tidak mereka jalankan dengan baik.
Pahami bahwa pernikahan tidak hanya berisi kehangatan dan kasih sayang, akan ada pertentangan juga. Ada 2 otak di sana, 2 hati, dan lebih dari itu, 2 keluarga. Setiap masalah, termasuk dalam pernikahan, kuncinya adalah komunikasi. Bicarakan masalah dengan pasangan dan bukan dengan orang lain, apalagi lawan jenis, rumah tangga bisa bubar jika terjadi seperti itu.
Setelah Menikah
Pasti akan ada masalah dalam rumah tangga dan kuncinya adalah komunikasi dan berusaha menyelesaikannya bersama. Karena pernikahan adalah antara 2 orang, tidak bisa hanya 1 yang berusaha memecahkan masalah 2 orang.
Siapkan juga lingkungan yang baik untuk anak. Jadilah orang tua yang baik, ciptakan lingkungan yang baik, dan siapkan sumber daya. Hidupkan komunikasi yang sehat dengan anak, minimalisir kekerasan, jadilah orang tua yang baik dan cerdas maka anak akan menghormati.
Anak mengukur tingkat kekerasan orang tuanya, jika sudah sampai memukul, anak akan menjadi tidak hormat lagi pada orang tua, tidak takut, karena tidak ada lagi yang lebih parah dari melakukan kekerasan fisik, akibatnya anak membangkang. Jika anak sudah tidak mau mendengarkan orang tuanya, merasa diterima di pergaulan yang buruk, dan menjadi buruk, tentu orang tua akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat.
Kemudian masalah ekonomi/finansial dan fitrah. Kenapa banyak orang miskin, padahal dua-duanya kerja? Karena mereka menyalahi fitrah. Fitrah suami adalah bekerja, sedangkan istri mengurus rumah. Banyak orang miskin karena suaminya menyalahi fitrah dengan bekerja yang kerja-kerjaan dan malah istrinya yang kerja beneran untuk menafkahi keluarga.
Istri boleh bekerja, tapi tidak boleh karena terpaksa, apalagi dipaksa, harus kemauan sendiri; tidak boleh meninggalkan fitrah dan kewajibannya sebagai perempuan, istri, dan ibu; dan hasil dari kerja mereka harus masuk ke kantong pribadi dan bukannya untuk menghidupi keluarga, menjadi kepala keluarga, itu menyalahi fitrah.
Laki-laki harus bekerja, harus mengusahakan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi istri dan anaknya. Tidak boleh hanya sekadar bisa makan. Laki-laki telah mengambil tanggung jawab dengan mengambil seorang anak perempuan dari bapaknya untuk dihidupi. Lalu dari hubungan itu ada tanggung jawab lagi yang lahir, anak. Maka dari itu, laki-laki harus bisa mencukupi kebutuhan dan keinginan/gaya hidup istri dan anak-anaknya.
Comments
Post a Comment
Kasih pengenal di komentar mu ya...